Sunday, 30 March 2014

Si Pahlawan Gerilya, Jendral Soedirman


Jenderal Besar Raden Soedirman lahir 24 Januari 1916 dan wafat pada  29 Januari 1950 pada umur 34 tahun adalah seorang perwira tinggi Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia. Menjadi panglima besar Tentara Nasional Indonesia pertama, ia secara luas terus dihormati di Indonesia. Terlahir dari pasangan rakyat biasa di Purbalingga, Hindia Belanda, Soedirman diadopsi oleh pamannya yang seorang priyayi.



Setelah keluarganya pindah ke Cilacap pada tahun 1916, Soedirman tumbuh menjadi seorang siswa rajin; ia sangat aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, termasuk mengikuti program kepanduan yang dijalankan oleh organisasi Islam Muhammadiyah. Saat di sekolah menengah, Soedirman mulai menunjukkan kemampuannya dalam memimpin dan berorganisasi, dan dihormati oleh masyarakat karena ketaatannya pada Islam. Setelah berhenti kuliah keguruan, pada 1936 ia mulai bekerja sebagai seorang guru, dan kemudian menjadi kepala sekolah, di sekolah dasar Muhammadiyah; ia juga aktif dalam kegiatan Muhammadiyah lainnya dan menjadi pemimpin Kelompok Pemuda Muhammadiyah pada tahun 1937. Setelah Jepang menduduki Hindia Belanda pada 1942, Soedirman tetap mengajar. Pada tahun 1944, ia bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang disponsori Jepang, menjabat sebagai komandan batalion di Banyumas. Selama menjabat, Soedirman bersama rekannya sesama prajurit melakukan pemberontakan, namun kemudian diasingkan ke Bogor.
Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, Soedirman melarikan diri dari pusat penahanan, kemudian pergi ke Jakarta untuk bertemu dengan Presiden Soekarno. Ia ditugaskan untuk mengawasi proses penyerahan diri tentara Jepang di Banyumas, yang dilakukannya setelah mendirikan divisi lokal Badan Keamanan Rakyat. Pasukannya lalu dijadikan bagian dari Divisi V pada 20 Oktober oleh panglima sementara Oerip Soemohardjo, dan Soedirman bertanggung jawab atas divisi tersebut. Pada tanggal 12 November 1945, dalam sebuah pemilihan untuk menentukan panglima besar TKR di Yogyakarta, Soedirman terpilih menjadi panglima besar, sedangkan Oerip, yang telah aktif di militer sebelum Soedirman lahir, menjadi kepala staff. Sembari menunggu pengangkatan, Soedirman memerintahkan serangan terhadap pasukan Inggris dan Belanda di Ambarawa. Pertempuran ini dan penarikan diri tentara Inggris menyebabkan semakin kuatnya dukungan rakyat terhadap Soedirman, dan ia akhirnya diangkat sebagai panglima besar pada tanggal 18 Desember. Selama tiga tahun berikutnya, Soedirman menjadi saksi kegagalan negosiasi dengan tentara kolonial Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia, yang pertama adalah Perjanjian Linggarjati –yang turut disusun oleh Soedirman – dan kemudian Perjanjian Renville –yang menyebabkan Indonesia harus mengembalikan wilayah yang diambilnya dalam Agresi Militer I kepada Belanda dan penarikan 35.000 tentara Indonesia. Ia juga menghadapi pemberontakan dari dalam, termasuk upaya kudeta pada 1948. Ia kemudian menyalahkan peristiwa-peristiwa tersebut sebagai penyebab penyakit tuberkulosis-nya; karena infeksi tersebut, paru-paru kanannya dikempeskan pada bulan November 1948.
Pada tanggal 19 Desember 1948, beberapa hari setelah Soedirman keluar dari rumah sakit, Belanda melancarkan Agresi Militer II untuk menduduki Yogyakarta. Di saat pemimpin-pemimpin politik berlindung di kraton sultan, Soedirman, beserta sekelompok kecil tentara dan dokter pribadinya, melakukan perjalanan ke arah selatan dan memulai perlawanan gerilya selama tujuh bulan. Awalnya mereka diikuti oleh pasukan Belanda, tetapi Soedirman dan pasukannya berhasil kabur dan mendirikan markas sementara di Sobo, di dekat Gunung Lawu. Dari tempat ini, ia mampu mengomandoi kegiatan militer di Pulau Jawa, termasuk Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto. Ketika Belanda mulai menarik diri, Soedirman dipanggil kembali ke Yogyakarta pada bulan Juli 1949. Meskipun ingin terus melanjutkan perlawanan terhadap pasukan Belanda, ia dilarang oleh Presiden Soekarno. Penyakit TBC yang diidapnya kambuh; ia pensiun dan pindah ke Magelang. Soedirman wafat kurang lebih satu bulan setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.


Kematian Soedirman menjadi duka bagi seluruh rakyat Indonesia. Bendera setengah tiang dikibarkan dan ribuan orang berkumpul untuk menyaksikan prosesi upacara pemakaman. Soedirman terus dihormati oleh rakyat Indonesia. Perlawanan  gerilya-nya ditetapkan sebagai sarana pengembangan esprit de corps bagi tentara Indonesia, dan rute gerilya sepanjang 100-kilometer (62 mil) yang ditempuhnya harus diikuti oleh taruna Indonesia sebelum lulus dari Akademi Militer. Soedirman ditampilkan dalam uang kertas rupiah keluaran 1968, dan namanya diabadikan menjadi nama sejumlah  jalan, universitas, museum, dan monumen. Pada tanggal 10 Desember 1964, ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Soedirman

Sepakbola dan Tanah Air

Tema: Kembalikan Indonesiaku ke Indonesia

Sepakbola merupakan suatu olahraga yang fenomenal pada zaman ini. Mulai dari yang tua sampai yang muda menyukai olahraga yang dimainkan dengan cara menendang bola tersebut. Dan Indonesia hampir semua orang menyukai sepakbola. Ya walaupun ada beberapa orang yang tidak bisa bermain sepakbola, mereka juga bisa menikmatinya dengan cara menonton pertandingannya, baik dari layar kaca maupun langsung di stadionnya.



Masyarakat Indonesia adalah salah satu masyarakat di dunia yang bisas dikatakan sebagai supporter bola yang fanatik. Tak hanya supporter dari klub lokal hingga klub mancanegara. Sebut saja klub ibukota Persija Jakarta, mereka memiliki supporter bernama The Jak, yang selalu setia mendukung Persija kalah suka maupun duka. Lalu, Liverpudlian, sebutan pendukung klub inggris yang ternama, Liverpool. Bahkan pada tahun 2013, keputusan Liverpool untuk menggelar pertandingan persahabat dikarenakan Indonesia memiliki jumlah pendukung yang banyak.

Dari semua itu coba kita lihat Persepakbolaan Indonesia kita sekarang. Sempat terjadi pembagian liga karena perseteruan di didalam PSSI sehingga timbul organisasi yang menjalankan liga lainnya tersebut. Bisa dibilang Sepakbola di Indonesia urusan sepak bola msaih dicampur adukkan dengan urusan politik. Namun Bersyukurlah karena masalah tersebut mulai sedikit demi sedikit teratasi dan sekarang sepakbola Indonesia mulai bangkit dari keterpurukannya.

Namun ada pemandangan yang bisa saya sebut sebagai “ironi” dalam persepakbolaan Indonesia. Jika kita lihat ada beberapa negara yang penduduknya menghormati tim nasional mereka pada saat bertanding. Coba kita lihat di Indonesia, Tidak jarang kita melihat orang-orang mencaci atau menghina penampilan Timnas Indonesia saat mereka bermain buruk. Tapi ketika mereka berbicara soal klub favoritnya, khususnya klub luar negeri, mereka lebih membela mati-matian klub kesayangannnya.

Saya sendiri lebih sering mengamati sepakbola mancanegara daripada sepakbola lokal. Bukan karena saya tidak suka sepakbola Indonesia, tetapi karena sepakbola luar lebih diagungkan daripada sepakbola lokal. Inilah kita, Merdeka sudah 69 tahun tetapi masih ada bayang-bayang penjajahan yang belum kita sadari. Memang bukan sepenuhnya penjajahan, namun sikap cinta tanah air kita yang kurang.


Munafik jika saya mengatakan bahwa saya bilang cinta terhadap negeri ini. Melihat Negara lain memiliki nasib lebih baik dari Negara kita. Maka tak jarang, banyak masyarakat Indonesia ingin merantau ke negeri orang hanya untuk memperbaiki nasibya mereka sendiri. Cobalah kita sadar, mungkin kalau kita lebih peduli dan mengingikan perubahan di negeri tercinta kita kini, kita harus melupakan ego kita dan kita bersama-sam melakukan perubahan pada negeri ini. Tak perlu perubahan secara besar-besar. Kita mulai dari hal yang kecil, karena ibarat semut yang kecil, sendiri ia akan lemah. Namun saat bersama mereka bisa membawa perubahan.  

Tuesday, 24 September 2013

Cerita yang Hilang (part 1)

Halo semua!! Setelah sekian lama hilang entah kemana akhirnya gue (punya mood juga) buat nulis lagi. Post terakhir gue ternyata pas gue berangkat liburan ke Singapore bareng anak-anak Lacoste yah.. Dan kita semua udah lulus. Dan kita udah mulai mencar-mencar di luar jakarta. Huah jadi kangen...

Lalu apa yang terjadi saat gue lagi gak menjamah dunia gw ini? Yap Alhamdulillah sebagian besar temen gw udah dapet PTN. Dan ada sebagian juga sih dmasuk PTS. Dan ada temen gue juga yang nunggu tahun depan buat tes lagi biar masuk PTN idaman dia. Lalu gue? Hmm..gue sendiri akhirnya terjebak di swasta. Lah kok bisa? Mari kita telaah beebrapa kisah yang hilang selama beberapa bulan ini.

Singkat cerita, setelah pulang dari Singapore, besoknya gue langsung masuk intensif di suatu bimbingan belajar dengan inisial KSM *eh malah kesebut. Setelah beberapa waktu pengumuman SNMPTN keluar. Eh si Website SNMPTN malah minta maaf ke gue karena gue masih belum diterima. Gue diem sejenak, kemudian galau. Lalu gue menemukan alasan kenapa gue gak keterima. 

Jadi awalnya gue mengambil pilihan Despro (Desain Produk) di ITS. Despro ini bisa dibilang hampir sebangsa dengan FSRD-nya ITB. kenaga gak FSRD? waktu itu ada temen sekelas gw, Dhani (ini cewek), yang juga mau milih FSRD. Melihat skill gambarnya yang mungkin lebih bagus dan kreatif dibanding gw, akhirnya gw ngalah. gw mendengar rekomendasi Despro ini dari Daryo lalu di dukung oleh Dimas. 

Dan inilah alasan yang gue simpulkan sendiri kenapa gue ditolak SNMPTN:
Ini salah satu gambar yang gue sertakan dalam portofolio berjudul "Buku Jendela Dunia"

Nah syarat lainnya yaitu dalam satu gambar ini harus diberi keterangan . Dan gw hanya menuliskan satu kalimat dalam keterangan tersebut.

"Dengan membaca buku kita pun dapat mengetahuiberbagai hal di dunia ini dan juga memperluas 
pengetahuan kita"

Cukup singkat..

Lalu tempat les pun jadi sepi.....

Keesokan harinya pengumuman ppkb UI. Dan 68 seperti layaknya bedol desa ke UI. Jumlah detilnya gue lupa tapi yang jelas lebih dari 1 **yaiyalah bodoh* 

Nah sampe sini gue rada lupa apa lagi yang terjadi hehe. okedeh jumpa lagi di post berikutnya. Keep Smile :) *tiba-tiba goyang cesar* *eh

To Be Continued......


Monday, 20 May 2013

Holiday With Lacoste Feat Relaxa (Last Part)

Day 3, 30 April 2013

Seperti biasa, Dimas lebih berguna dari pada alarm gue. Alarm gue pagi itu gak bunyi, tapi sekalinya bunyi bikin kesel. Beda sama Dimas, Dia kayak alarm yang tau diri. Bangunin sekali dan akhirnya diem (alias tidur lagi). Dengan magernya gue memulai rutinitas di pagi hari, yaitu boker.

Hari ini adalah hari terakhir gue di Singapore. Hari terakhir liat jalanan yang sepi motor, hari terakhir menikmati jalan yang tanpa sampah, hari terakhir merasa tenang dijalan tanpa bunyi klakson, dan hari terakhir liat kamu.. *eh

Seperti biasa, abis nungguin si Dimas yang mandinya super lama, kita turun ke lobby buat sarapan. Menu Salad dengan Yogurt tetap gue pegang teguh, dengan tambahan sekarang pake croissant. Kalo diliat sih, anak-anak pada tepar. Terlihat dari jumlah anak-anak yang sarapan kemaren sama sekarang sepi banget.
Selesai makan, gue sama Dimas naik buat beres-beres sisa barang yang masih nyisa. Setelah beberapa lama kita turun dan check out hotel.

Jadwal hari ini bisa dibilang belanja part 2. Setelah belanja part 1 di Orchard Road dinilai kurang memuaskan. Sekarang kita bakal belanja di Bugis Area. 

Kok namanya Bugis? kayak nama suku di Indonesia aja...

Yap emang bener, Bugis itu salah satu nama suku di Indonesia. Jadi Menurut ilmu yang gue dapet dari bang turged (tour guide), suku Bugis   adalah suku yang menemukan pulau Singapore ini (maap-maap yak kalo misalnya salah hehe). Tapi sebelumnya kita ke chocolate factory dulu sembari nunggu Bugis Area buka.

Nyampe di chocolate factory, kita disambut oleh nci-nci penjual tokonya. Kebetulan disini mereka bisa bahasa Indonesia. Dan disini kita juga bisa bayar pake rupiah juga. Nah disini gue baru beli oleh-oleh buat keluarga da temen-temen gue. Yang bikin ngiler tuh ada coklat campur rasa duren. Tapi setelah gue pikir-pikir eneknya bakal dobel kalo ada coklatnya. Yang gue bingung kenapa ada coklat rasa cabe? Apakah ini coklat zong buat ngerjain orang apa pembuatnya lagi desperate? Mungkin dia mikir kalo manis doang cuma bisa ngobati sakit hati sesaat. Maka dibuatlah rasa cabe biar abis makan tuh coklat selain lupa patah hati dia bakal lupa berapa galon air yang dia minum, saking pedesnya.

Ok, balik ke topik. Setelah selesai belanja coklat, barulah kita ke Bugis Area. Disini terbagi lagi tempatnya, Ada Bugis+ dan Bugis Square, semacam mall lah modelnya, sama Bugis market, yang modelnya kayak pasar. Gue, Dimas , Ama Daryo ke Bugis+. Tujuan kita sama kayak di Orchard, Ke Uniqlo -_- Dan yang cewek-cewek langsung menghilang gak ada jejaknya. Bau-baunya sih balik ke bus bawaannya pada hedon.
Kebetulan disitu masih pada belom buka tokonya. Alhasil gue, Dimas, Daryo, dan beberapa anak cewek yaitu Dhani (ini cewek, serius loh), Mimil, Adhis, sama Mila muter-muter di dalem Bugis+.

Yap setelah toko-toko di dalem udah mulai buka, tujuan utama adalah Uniqlo. Kenapa selalu Uniqlo? entahlah, yang jelas ini semua salah Dimas. Akhirnya Yang cowok kita bertiga tadi liat-liat pakaian bagian cowok dan yang cewek liat-liat dibagian cewek.

Nah sampe sini gue mengutip sebagian dari post di blognya dimas. Karena ini patut dibahas. Nyambung dari cerita di paragraf atas (nih berasa soal bahasa indonesia -_-), disaat para cewek-cewek udah ke bagian cewek, hanya Dhani (yang tadi gue bilang cewek) yang ngikut kita liat-liat di bagian cowok. Emang sih nih anak tomboi. Kalo kata temen gue si Awwaab, Dhani ini emang cakep (gue harus akui dengan berat hati), Tapi kelakuannya yang kayak cowok ini lah yang menyembunyikan kecakepannya. Dari sini gue mendapat pelajaran, Tuhan emang adil.

Kembali ke benang merah, selesai belanja (gue cuma belanja celana doang sih), Kita balik ke bus. Karena bus yang masih panas, akhirnya gue sama Dimas ke Bugis Market aja sambil nyari jajan. Disitu gue beli kaos yang harganya  $15 dapet 2 (persetan dengan kurs wkwk). Lumayan buat cadangan oleh-oleh sama ada titipan dari temen gue, Eki. Abis itu gue ketemu Nadhira, Vira sama Nilam sudah menggengam beberapa makanan yang menggiurkan. Hasrat gue buat jajan makin meningkat melihat harganya paling murah $1, yang ternyata koin-koin yang di kasih bokap banyakan $1. Gue bisa kenyang disini..

Pertama, Kita beli (yang katanya) Crepes tapi rada tebel kayak martabak. Mata gue langsung tertuju pada satu menu disitu, Crepes Duren. Langsung gue pesen tanapa ragu lagi. Kalo si Dimas beli yang rasanya kacang merah. Emang nih anak gak pernah manfaatin kenikmatan indahnya surga dunia (duren). Bodo amat..yang penting gue makan yang berbau duren huehehe..

Lalu kita berdua sempet mampir ke minimarket gitu. Dan yang mencolok dimata kita adalah...Indomie HAHAHA. Sumpah jadi inget iklan Indomie yang gara-gara kangen Indonesia si pemeran iklan ini bela-belain dari belanda ke Jerman (atau sebaliknya mungkin gue lupa -_-) cuma buat beli Indomie. TAdinya gue mau beli tuh Indomie trus gue kaih temen gue.

G: Nih, oleh-oleh dari Singapore *ngsih Indomie*
Temen: Oleh- oleh dari Hong kong. Nih mah di warung deket rumah gue juga ada
G : Siapa bilang dari Hong kong. Ini dari Singapore bro...

Mungkin gue langsung dipecat jadi temen....

Setelah itu, gue sama Dimas pun balik ke Bus. Gue sambil duduk duduk nginget-nginget apakah oleh-oleh buat para kampret  temen gw udah semua. Tiba-Tiba Si Nadhira sama Vira dateng bawa sosis gitu...iya sosis. Setelah gw liat sosisnya, gw jadi seseorang...AIDHIL GW LUPA BELIIN DIA OLEH-OLEH.  Tapi pas gw liat coklat yang gw beli di CF tadi masih banyak gw pun bernafas lega. Pas Gw liat tusuk satenya gw teringat seseorang lagi.....OH IYA ANDRIAN HAHA (sumpat gw ngakak beneran, pis kapten wkwk ._.v) Dan Gw liat stok coklat gw.

"Fiuh untung masih ada.."

Bukan apa-apa, soalnya doi ini bantuin kita pas hari terakhir menguliti bungkus-bungkus Relaxa. Dia adalah korban yang gw tarik waktu itu pas sebelumnya dia mau pulang tapi gak ada kerjaan. Akhirnya gw berfikir buat nyeret dia jadi buruh tamabahan buat ngupas bungkus Relaxa.

Ok, abis ini kita mau makan siang dulu di restoran peranakan cina (kalo kata si pak Ayob). Nyampe sana meja bundar sudar terlihat. Dan isi meja makan gw adalah sebagian orang-orang barbar yang sama saat di hari pertama maakn di Tambhua Mas. Ada Dimas, Daryo, Dhani, Mimil, Shiddiq, Shasti, dan 2 orang korban tak bersalah, Nia dan Adhis. Saking barbarnya, setiap lauk baru dateng kita bagaikan serigala yang udah gak makan sepuluh bulan langsung ngambil tanpa basa basi. Gw inget lauk pertama yang dianter itu ikan bumbu asem mamis. Gw yang msih sibuk nunggu nasi lagi digilir cuam bisa ngeliat Ikan itu dicomot gak kira-kira. Akhir si Adhis ngambilin gw ikan itu sat gw lagi ngambil nasi.

Yap seperti yang gw bilang, Adhis dan Nia ini adalah korban yang tidak bersalah. Mereka hanya bisa terlihat heran denga kelakau anak-anak rimba ini. Sampe abang-abang yang nganter makanannya cuma bisa nyengar-nyengir liatin kita pas lauknya udah mau dateng ke meja kita.

Selesai makan, kita langsung menuju bandara. Semua terlihat lelah. Ada yang tidur, ngeliat jalanan, foto-foto pemandangan dan galau (yak itu gw -_-). Gw galau bakal ngadepin kembali kerasnya ibu kota. Gw berfikir kalo jalanan jakarta bisa serapih Singapore itu adalah sebuah keajaiban.

Nyampe bandara ada suatu kisah yang menarik. Pas kita mau turun dari bus, ternyata si Amel, Pacarnya Dimas juga baru turun dari taksi. Satu bus langsung rame, menyanjung hubungan mereka, hanya gw yang menghujat betapa jeleknya muka diam *eh. Emang ye, kalo jodoh gak kemana. Pas hari pertama mereka gak sempet ketemu, dan pas pulang akhirnya mereka dipertemukan. Indahnya Cinta.......

Sayangnya rombongan kita dengan Amel tidak 1 pesawat. Kasian si Dimas dipertemukan pas mau pulang.

Pas lagi ngantri buat ngambil tiket, si Daryo keingetan sesuatu. "Oh iya coklat gw kemana ya?" Fix tuh coklat ketinggalan di bus tadi. Padahal sebelumnya gw udah tanya di bus. Ini coklat siapa?" Gak ada yang jawab. Akhirnya gw taro lagi aja tuh coklat. Dengan plan B akhirnya Daryo belanja coklat di toko yang ada di bandara.  Gw jadi merasa bersalah....

Selesai belanja saatnya kita siap-siap ke Boarding Lounge. Tapi ada suatu penampakan ganjal. Si T*l*s udah ngatre duluan buat masuk. Lalu yang kedua, Pas mau masuk pesawat, sebelumnya ada pengumuman yang bilang yang naik duluan didahulukan buat orang tua dan ibu hamil. Eh dia udah diantrian itu aja. Mungkin dia orang tua yang hamil di alisnya *eh kesebut* *bodo amat*

Sampe sini gw lupa ceritanya karena pas masuk pesawat pikiran gw cuma tidur dan berharap pas bangun udah nyampe Jakarta....

*satu setengah jam kemudian.......*

Huah nyampe juga di Jakarta. Kembali ke udara yang panas, Pemandangan kota padat gedung, dan kelakuan kita pun kembali menjadi gak karuan. Tapi gw akuin, pas di Singapore gw sempet Homesick. Gw kangen kasur gw, kangen laptop, kangen revo biru, kangen beat naruto, kangen gangguin adek gw, kangen bokap, sama kangen temen-temen gw di Jakarta. Tapi pas gw udah nyampe Jakarta...rasanya gw pengen balik lagi ke Singapore. Gw kangen ketenangan di sana. Disini pas mau pulang aja Klakson udah bunyi dimana-mana. Pas lagi perjalanan pulang, kena macet. HOAH

Akhirnya kita Sampe ke sekolah. Sebagian orang tua udah menanti anaknya buat di jemput. Satu..dua..tiga anak-anak pada balik. Yang gw inget sisa Nilam, Dhani, Arif, ama 3 abang-abang Relaxa. Setidaknya sampe gw dijemput tinggal mereka yang masih tersisa. Nilam samaDhani nunggu di jemput, Arif mungkin juga nunggu dijemput, dan 3 abang relaxa ini nungguin mereka sampe pada pulang semua.

Setidaknya inilah kisah yang bisa gw tulis, Unforgettable Moments with Lacoste. Gak kerasa Sma udah mau berakhir. Gw bakal pisah dengan mereka-mereka ini. Mungkin waktu berlibur kita emang singkat, tapi gw harap maknanya melekat sampe kita tua nanti.

Dan disini gw minta doa kalian semua buat yang baca post ini...

SEMOGA PAS TANGGAL 24 MEI 2013 NANTI KITA SEMUA KELAS 12 SMA ANGKATAN 2013 DAPAT LULUS DENGAN NILAI YANG TERBAIK DAN MEMBANGGAKAN AMIIIEEEEN.........

Sekain dari gw. Maaf kalo ada salah-salah kata atau ada isi post ini yang menyinggung kalian


The end..

Z