Tuesday 10 June 2014

Kontradiksi Keputusan-keputusan Terhadap Kejahatan Narkoba

Nakoba, kasus yang tidak mungkin asing di telinga kita ini selalu saja menjadi permasalahan yang belum terselesaikan di negeri ini. Semakin banyak orang-orang yang terjerumus untuk menggunakan narkoba, Dibalik itu semua terdapat beberapa kontradiksi keputusan-keputusan terhadap kejahatan narkoba. Berikut ada cuplikan sebuah berita:

JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menyatakan hak Presiden secara konstitusi untuk memberikan grasi kepada terpidana mati kasus narkoba sebaiknya tidak digunakan karena bisa menimbulkan kontradiksi terhadap semangat pemberantasan tindak penyalahgunaan narkoba.

"Janganlah menggunakan kewenangan konstisional itu dalam hal ini, agar menjaga ekspetasi masyarakat," katanya di Jakarta, Jumat (12/10) ".

Dalam UUD 1945 Pasal 14 ayat 1, Presiden memiliki kewenangan memberikan grasi dan rehabilitasi dengan pertimbangan Mahkamah Agung. Namun Margarito meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk tidak menggunakan wewenang itu agar dapat menjaga semangat bangsa yang sedang gencar-gencarnya memberantas perederan narkoba.

"Itu sepenuhnya hak beliau tapi semangat pemberantasan narkoba, janganlah presiden menggunakan hak itu," katanya.

Hal itu diperkuat dengan data jumlah anak bangsa yang tewas karena penyalahgunaan narkoba, lanjut Margarito.

"Bukankah dari data BNN saja setiap harinya, ada 50 orang tewas karena narkoba, maka dari itu sebaiknya jangan digunakan hak grasi itu," ujarnya Sebelumnya Presiden memberikan grasi kepada Deni Setia Maharwan alias Rafi yang dijatuhi pidana mati karena dipersalahkan melakukan tindak pidana secara bersama-sama dan melawan hukum menjadi perantara narkoba golongan satu Deni mengajukan grasi dan dikabulkan dengan Keppres Nomor 7/G/2012.

Sementara itu, Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha mengatakan pemberian grasi kepada Deni didasari atas pertimbangan kemanusiaan.
Meski demikian, Deni tetap menjalani hukuman pidana penjara seumur hidup sesuai dengan kesalahannya.

Dia menambahkan pertimbangan memberikan grasi kepada seseorang yang awalnya divonis hukuman mati menjadi seumur hidup terkait kepada unsur kemanusiaan, karena yang bersangkutan sudah mengakui perbuatannya, mengaku bersalah dan mengajukan grasi kepada presiden.

"Bapak Presiden juga telah mempertimbangkan HAM dan sisi konstitusional beliau berdasarkan kewenangan presiden dalam undang-undang dasar. Selain itu juga mempertimbangkan dari sisi kemanusiaan bahwa perubahan hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup itu bukan berarti kepada yang terhukum bebas," katanya. 

Hukum indonesia terkadang mengalami dilematis. Dalam undang-undang mungkin tertulis pelaku pengguna narkoba bisa di penjara seumur hidup ataupun hukuman mati. Namun Kontradiksi dalam hal ini adalah mengarahnya kepada HAM. Mungkin Indonesia bukannlah negara yang memmiliki hukuman yang tegas seperti Arab dan Tiongkok. Melihat status Indonesia sebagai negara Demokrasi inilah sebab banyaknya penggunaan grasi oleh presiden.

Namun menurut saya, tindakan seperti pengurangan masa hukuman ini sebenarnya kurang baik untuk pelaku yang sudah masuk golongan "kelas kakap" maupun kasus-kasus yang besar. Karena bukannya menimbulkan efek jera, malah meraka mungkin berpeluang melakukan hal tersebut lagi. Karena hukum yang kurang tegas ini pelaku kejahatan dari berbagi bidang tak berdampak efek jera seperti pelaku narkoba. Maka dari itu, pemberian hak seperti grasi dll harus bijak.

Sumber : 
sinarharapan 

Monday 9 June 2014

Pedofil, Dari hal Sepele hingga Menjadi Kejahatan yang Besar

Beberapa waktu lalu, rakyat Indonesia sempat digemparkan karena kasus Pedofil yang terjadi di sebuah sekolah internasional yang berada di kawasan Jakarta selatan yaitu JIS. Beberapa pihak sempeat terkejut dengan kasus yang terjadi di sekolah tingkat kanak-kanak ini. Sekolah yang selama ini dianggap memiliki standard internasional tersebut ternyata tak luput dari tindakan asusila tersebut. Dan juga ada kasus si Emon si predator anak-anak yang korbannya sudah mencapai ratusan anak. Sangat memalukan.

Sebenarnya pedofil bukanlah sebuah kasus baru, namun karena kasus ini terjadi di suatu tempat yang dianggap berkualitas yang tenyata "berkualitas" . Buktinya setelah kasus JIS munculah Emon si predator anak yang lebih mengejutkan. Mencabuli bocah dibawah umur hanya untuk menjadi orang yang kaya atas nasihat dari seoraang kakek-kakek yang misterius menemuinya. Perlahan kasus-kasus serupapun naik ke permukaan. 

Dari sedikit cuplikan kasus-kasus diatas, apakah anda pembaca tau apa sebenarnya pedofil itu? Sebagai diagnosa medis, pedofilia didefinisikan sebagai gangguan kejiwaan pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa (pribadi dengan usia 16 atau lebih tua) biasanya ditandai dengan suatu kepentingan seksual primer atau eksklusif pada anak prapuber (umumnya usia 13 tahun atau lebih muda, walaupun pubertas dapat bervariasi). Anak harus minimal lima tahun lebih muda dalam kasus pedofilia remaja (16 atau lebih tua) baru dapat diklasifikasikan sebagai pedofilia. Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD) mendefinisikan pedofilia sebagai "gangguan kepribadian dewasa dan perilaku" di mana ada pilihan seksual untuk anak-anak pada usia pubertas atau pada masa prapubertas awal. Menurut Diagnostik dan Statistik Manual Gangguan Jiwa (DSM), pedofilia adalah parafilia di mana seseorang memiliki hubungan yang kuat dan berulang terhadap dorongan seksual dan fantasi tentang anak-anak prapuber dan di mana perasaan mereka memiliki salah satu peran atau yang menyebabkan penderitaan atau kesulitan interpersonal.

 Meskipun gangguan ini (pedofilia) sebagian besar didokumentasikan pada pria, ada juga wanita yang menunjukkan gangguan tersebut, dan peneliti berasumsi perkiraan yang ada lebih rendah dari jumlah sebenarnya pada pedofil perempuan. Tidak ada obat untuk pedofilia yang telah dikembangkan. Namun demikian, terapi tertentu yang dapat mengurangi kejadian seseorang untuk melakukan pelecehan seksual terhadap anak. Di Amerika Serikat, menurut Kansas v. Hendricks, pelanggar seks yang didiagnosis dengan gangguan mental tertentu, terutama pedofilia, bisa dikenakan pada komitmen sipil yang tidak terbatas,di bawah undang-undang berbagai negara bagian (umumnya disebut hukum SVP) dan Undang-Undang Perlindungan dan Keselamatan Anak Adam Walsh pada tahun 2006.

Bisa dilihat pedofil terjadi karena kurangnya pendidikan seks kepada anak sejak dini. Mungkin masih banyak orang tua berpikir bahwa pendidikan seks tabu untuk dipelajari di usia dini atau para orang tua berfikir belum saatnya pada usia muda mereka di berikan pendidikan seks. Dan mungkin ada alasan bahwa takut anaknya menjadi mesum atau mempunyai pola pikiran pornografi. Dan akhirnya bisa terlibat pergaulan bebas.

Justru ini yang menimbulkan para pedofilia lebih mudah dan tak segan mencari mangsanya. Minimnya ilmu tentang seks dan keluguan seorang anak akhirnya memudahkan aksi pelaku pedofilia melancarkan aksinya. Dengan modus menjadi orang yang perhatian dengan anak, sang pelaku mulai mengambil hatinya dan mulai mengajarkan perilaku seks menyimpang tersebut. Sekalipun anak mulai curiga, pelaku mengimingkan sebuah hadiah, uang, dan bahkan bisa mengancam dengan cara kekerasan agar si korban tutup mulut.
Maka dari itu, anak harus diberikan pendidikan seks sejak dini, namun diperhatikan juga porsi penyampaiannya. Mulailah dari pengenalan alat reproduksinya dan cara menjaganya. Dan juga memberitahukan perilaku yang baik ataupun yang buruk. Sehingga anak tidak mudah tertipu oleh aksi tersangka pedofil ataupun tak mempelajarinya dari lingkungan luar karena minimnya informasi dari keluarga bisa mnenyebabkan anak ingin mencari tahu dan sebagian besar cenderung mendapat informasi yang salah, mungkin dari teman atau mungkin dari internet dsb. Disini perhatian orang tua juga perlu ditingkatkan.

Dan untuk pelaku sebaiknya diberikan hukuman yang sangat berat karena kasusu tersebut berdampak pada psikologis anak. Anak bisa mengalami trauma yang cukup lama dan bukan tidak mungkin mereka yang menjadi korban saat ini dapat menjadi pelaku pedofilia di masa mendatang.  Bercermin seperti kasus-kasus ditas yang atas dasar mereka juga pernah menjadi korban pedofilia.

 Sumber : id.wikipedia.org