Sunday, 30 March 2014

Otot Kawat Tulang Besi


Gatotkaca adalah seorang tokoh dalam wira carita Mahabharata, putra Bimasena (Bima) atau Wrekodara dari keluarga Pandawa. Ibunya bernama Hidimbi (Harimbi), berasal dari bangsa rakshasa. Gatotkaca dikisahkan memiliki kekuatan luar biasa. Dalam perang besar di Kurukshetra, ia menewaskan banyak sekutu Korawa sebelum akhirnya gugur di tangan Karna.





Di Indonesia, Gatotkaca menjadi tokoh pewayangan yang sangat populer. Misalnya dalam pewayangan Jawa, ia dikenal dengan sebutan Gatutkaca (bahasa Jawa: Gathutkaca). Kesaktiannya dikisahkan luar biasa, antara lain mampu terbang di angkasa tanpa menggunakan sayap, serta terkenal dengan julukan "otot kawat tulang besi".

Dalam bahasa Sanskerta, nama Ghatotkacha secara harfiah bermakna "memiliki kepala seperti kendi". Nama ini terdiri dari dua kata, yaitu ghaṭ(tt)am yang berarti "buli-buli" atau "kendi", dan utkacha yang berarti "kepala". Nama ini diberikan kepadanya karena sewaktu lahir kepalanya konon mirip dengan buli-buli atau kendi.

Menurut versi Mahabharata, Gatotkaca adalah putra Bimasena dari keluaga Pandawa yang lahir dari seorang rakshasa perempuan bernama Hidimbi. Hidimbi sendiri merupakan raksasa penguasa sebuah hutan; tinggal bersama kakaknya yang bernama Hidimba (dalam pewayangan Jawa, ibu Gatotkaca lebih terkenal dengan sebutan Arimbi. Menurut versi ini, Arimbi bukan sekadar penghuni hutan biasa, melainkan putri dari Kerajaan Pringgadani, negeri bangsa rakshasa).

Kisah kelahiran Gatotkaca dikisahkan secara tersendiri dalam pewayangan Jawa. Namanya sewaktu masih bayi adalah Jabang Tetuka. Sampai usia satu tahun, tali pusarnya belum bisa dipotong walau menggunakan senjata apa pun.  Arjuna  (adik Bimasena) pergi bertapa untuk mendapatkan petunjuk dewa demi menolong keponakannya itu. Pada saat yang sama Karna, panglima Kerajaan Hastina juga sedang bertapa mencari senjata pusaka. Karena wajah keduanya mirip, Batara Narada selaku utusan kahyangan memberikan senjata Kontawijaya kepada Karna, bukan kepada Arjuna. 

Setelah menyadari kesalahannya, Narada pun menemui Arjuna yang sebenarnya. Lalu Arjuna mengejar Karna untuk merebut senjata Konta, sehingga pertarungan pun terjadi. Karna berhasil meloloskan diri bersama senjata Konta, sedangkan Arjuna hanya berhasil merebut sarung pembungkus pusaka tersebut. Sarung pusaka Konta terbuat dari kayu mastaba yang ternyata bisa digunakan untuk memotong tali pusar Tetuka. Saat dipakai untuk memotong, kayu mastaba musnah dan bersatu dalam perut Tetuka. Kresna yang ikut serta menyaksikannya berpendapat bahwa pengaruh kayu Mastaba akan menambah kekuatan bayi Tetuka. Ia juga meramalkan bahwa kelak Tetuka akan tewas di tangan pemilik senjata Konta.

Menurut versi pewayangan Jawa, Tetuka diasuh di kahyangan oleh Narada yang saat itu sedang digempur oleh Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket. Patih tersebut diutus rajanya, Kalapracona untuk melamar bidadari bernama Batari Supraba. Tetuka dihadapkan sebagai lawan Sekipu. Semakin dihajar, Tetuka justru semakin kuat. Karena malu, Sekipu mengembalikan Tetuka kepada Narada untuk dibesarkan saat itu juga. Narada menceburkan tubuh Tetuka ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa. Para dewa kemudian melemparkan berbagai jenis senjata pusaka ke dalam kawah.

 Beberapa saat kemudian, Tetuka muncul ke permukaan sebagai seorang laki-laki dewasa. Segala jenis pusaka para dewa telah melebur dan bersatu ke dalam dirinya. Kemudian Tetuka bertarung melawan Sekipu dan berhasil membunuhnya dengan gigitan taringnya.Kresna dan para Pandawa saat itu datang menyusul ke kahyangan. Kresna memotong taring Tetuka dan menyuruhnya berhenti menggunakan sifat-sifat kaum raksasa. Batara Guru, raja kahyangan menghadiahkan seperangkat pakaian pusaka, yaitu Caping Basunanda, Kotang Antrakusuma, dan Terompah Padakacarma untuk dipakai Tetuka, yang sejak saat itu berganti nama menjadi Gatotkaca. Dengan mengenakan pakaian pusaka tersebut, Gatotkaca mampu terbang menuju Kerajaan Trabelasuket dan membunuh Kalapracona.


Gambaran Gatotkaca dalam perwayangan

Gatotkaca menikahi Ahilawati, gadis dari Kerajaan Naga dan mempunyai anak bernama Barbarika. Dalam versi pewayangan Jawa, Gatotkaca menikah dengan sepupunya, yaitu Pergiwa, putriArjuna. Ia berhasil menikahi Pergiwa setelah melalui perjuangan berat, yaitu menyingkirkan saingannya, bernama Laksmana Mandrakumara, putra Duryodana dari keluarga Korawa. Dari perkawinannya dengan Pergiwa, Gatotkaca memiliki putra bernama Sasikirana, yang menjadi panglima perang Hastinapura pada masa pemerintahan Prabu Parikesit, putra Abimanyu atau cucu Arjuna. Versi lain mengisahkan, Gatotkaca memiliki dua orang istri lagi selain Pregiwa, yaitu Suryawati dan Sumpaniwati. Dari keduanya masing-masing lahir Suryakaca dan Jayasumpena.

Kematian Gatotkaca pun terbagi dalam 2 versi yaitu menurut kitab mahabarata dan versi pewayangan jawa. Namun inti kematiannya sama yaitu karena ia dikalahkan oleh kama yang memiliki senjata pusaka Konta, yang diketahui sebagai kelemahan Gatotkaca. Senajta itupun berrhasil menaklukkan Gatotkaca. 

Tahu ajalnya sudah dekat, ia melakukan pengorbanan terakhir yaitu menggunakan tubuh besarnya untuk menimpa seluruh pasukan Korawa. Konta yang awalnya akan digunakan untuk membunuh Arjuna akhirnya hilang selamanya karena dipakai untuk mengalahkan Gatotkaca.



Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Gatotkaca

Si Pahlawan Gerilya, Jendral Soedirman


Jenderal Besar Raden Soedirman lahir 24 Januari 1916 dan wafat pada  29 Januari 1950 pada umur 34 tahun adalah seorang perwira tinggi Indonesia pada masa Revolusi Nasional Indonesia. Menjadi panglima besar Tentara Nasional Indonesia pertama, ia secara luas terus dihormati di Indonesia. Terlahir dari pasangan rakyat biasa di Purbalingga, Hindia Belanda, Soedirman diadopsi oleh pamannya yang seorang priyayi.



Setelah keluarganya pindah ke Cilacap pada tahun 1916, Soedirman tumbuh menjadi seorang siswa rajin; ia sangat aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, termasuk mengikuti program kepanduan yang dijalankan oleh organisasi Islam Muhammadiyah. Saat di sekolah menengah, Soedirman mulai menunjukkan kemampuannya dalam memimpin dan berorganisasi, dan dihormati oleh masyarakat karena ketaatannya pada Islam. Setelah berhenti kuliah keguruan, pada 1936 ia mulai bekerja sebagai seorang guru, dan kemudian menjadi kepala sekolah, di sekolah dasar Muhammadiyah; ia juga aktif dalam kegiatan Muhammadiyah lainnya dan menjadi pemimpin Kelompok Pemuda Muhammadiyah pada tahun 1937. Setelah Jepang menduduki Hindia Belanda pada 1942, Soedirman tetap mengajar. Pada tahun 1944, ia bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang disponsori Jepang, menjabat sebagai komandan batalion di Banyumas. Selama menjabat, Soedirman bersama rekannya sesama prajurit melakukan pemberontakan, namun kemudian diasingkan ke Bogor.
Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, Soedirman melarikan diri dari pusat penahanan, kemudian pergi ke Jakarta untuk bertemu dengan Presiden Soekarno. Ia ditugaskan untuk mengawasi proses penyerahan diri tentara Jepang di Banyumas, yang dilakukannya setelah mendirikan divisi lokal Badan Keamanan Rakyat. Pasukannya lalu dijadikan bagian dari Divisi V pada 20 Oktober oleh panglima sementara Oerip Soemohardjo, dan Soedirman bertanggung jawab atas divisi tersebut. Pada tanggal 12 November 1945, dalam sebuah pemilihan untuk menentukan panglima besar TKR di Yogyakarta, Soedirman terpilih menjadi panglima besar, sedangkan Oerip, yang telah aktif di militer sebelum Soedirman lahir, menjadi kepala staff. Sembari menunggu pengangkatan, Soedirman memerintahkan serangan terhadap pasukan Inggris dan Belanda di Ambarawa. Pertempuran ini dan penarikan diri tentara Inggris menyebabkan semakin kuatnya dukungan rakyat terhadap Soedirman, dan ia akhirnya diangkat sebagai panglima besar pada tanggal 18 Desember. Selama tiga tahun berikutnya, Soedirman menjadi saksi kegagalan negosiasi dengan tentara kolonial Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia, yang pertama adalah Perjanjian Linggarjati –yang turut disusun oleh Soedirman – dan kemudian Perjanjian Renville –yang menyebabkan Indonesia harus mengembalikan wilayah yang diambilnya dalam Agresi Militer I kepada Belanda dan penarikan 35.000 tentara Indonesia. Ia juga menghadapi pemberontakan dari dalam, termasuk upaya kudeta pada 1948. Ia kemudian menyalahkan peristiwa-peristiwa tersebut sebagai penyebab penyakit tuberkulosis-nya; karena infeksi tersebut, paru-paru kanannya dikempeskan pada bulan November 1948.
Pada tanggal 19 Desember 1948, beberapa hari setelah Soedirman keluar dari rumah sakit, Belanda melancarkan Agresi Militer II untuk menduduki Yogyakarta. Di saat pemimpin-pemimpin politik berlindung di kraton sultan, Soedirman, beserta sekelompok kecil tentara dan dokter pribadinya, melakukan perjalanan ke arah selatan dan memulai perlawanan gerilya selama tujuh bulan. Awalnya mereka diikuti oleh pasukan Belanda, tetapi Soedirman dan pasukannya berhasil kabur dan mendirikan markas sementara di Sobo, di dekat Gunung Lawu. Dari tempat ini, ia mampu mengomandoi kegiatan militer di Pulau Jawa, termasuk Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto. Ketika Belanda mulai menarik diri, Soedirman dipanggil kembali ke Yogyakarta pada bulan Juli 1949. Meskipun ingin terus melanjutkan perlawanan terhadap pasukan Belanda, ia dilarang oleh Presiden Soekarno. Penyakit TBC yang diidapnya kambuh; ia pensiun dan pindah ke Magelang. Soedirman wafat kurang lebih satu bulan setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.


Kematian Soedirman menjadi duka bagi seluruh rakyat Indonesia. Bendera setengah tiang dikibarkan dan ribuan orang berkumpul untuk menyaksikan prosesi upacara pemakaman. Soedirman terus dihormati oleh rakyat Indonesia. Perlawanan  gerilya-nya ditetapkan sebagai sarana pengembangan esprit de corps bagi tentara Indonesia, dan rute gerilya sepanjang 100-kilometer (62 mil) yang ditempuhnya harus diikuti oleh taruna Indonesia sebelum lulus dari Akademi Militer. Soedirman ditampilkan dalam uang kertas rupiah keluaran 1968, dan namanya diabadikan menjadi nama sejumlah  jalan, universitas, museum, dan monumen. Pada tanggal 10 Desember 1964, ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Soedirman

Sepakbola dan Tanah Air

Tema: Kembalikan Indonesiaku ke Indonesia

Sepakbola merupakan suatu olahraga yang fenomenal pada zaman ini. Mulai dari yang tua sampai yang muda menyukai olahraga yang dimainkan dengan cara menendang bola tersebut. Dan Indonesia hampir semua orang menyukai sepakbola. Ya walaupun ada beberapa orang yang tidak bisa bermain sepakbola, mereka juga bisa menikmatinya dengan cara menonton pertandingannya, baik dari layar kaca maupun langsung di stadionnya.



Masyarakat Indonesia adalah salah satu masyarakat di dunia yang bisas dikatakan sebagai supporter bola yang fanatik. Tak hanya supporter dari klub lokal hingga klub mancanegara. Sebut saja klub ibukota Persija Jakarta, mereka memiliki supporter bernama The Jak, yang selalu setia mendukung Persija kalah suka maupun duka. Lalu, Liverpudlian, sebutan pendukung klub inggris yang ternama, Liverpool. Bahkan pada tahun 2013, keputusan Liverpool untuk menggelar pertandingan persahabat dikarenakan Indonesia memiliki jumlah pendukung yang banyak.

Dari semua itu coba kita lihat Persepakbolaan Indonesia kita sekarang. Sempat terjadi pembagian liga karena perseteruan di didalam PSSI sehingga timbul organisasi yang menjalankan liga lainnya tersebut. Bisa dibilang Sepakbola di Indonesia urusan sepak bola msaih dicampur adukkan dengan urusan politik. Namun Bersyukurlah karena masalah tersebut mulai sedikit demi sedikit teratasi dan sekarang sepakbola Indonesia mulai bangkit dari keterpurukannya.

Namun ada pemandangan yang bisa saya sebut sebagai “ironi” dalam persepakbolaan Indonesia. Jika kita lihat ada beberapa negara yang penduduknya menghormati tim nasional mereka pada saat bertanding. Coba kita lihat di Indonesia, Tidak jarang kita melihat orang-orang mencaci atau menghina penampilan Timnas Indonesia saat mereka bermain buruk. Tapi ketika mereka berbicara soal klub favoritnya, khususnya klub luar negeri, mereka lebih membela mati-matian klub kesayangannnya.

Saya sendiri lebih sering mengamati sepakbola mancanegara daripada sepakbola lokal. Bukan karena saya tidak suka sepakbola Indonesia, tetapi karena sepakbola luar lebih diagungkan daripada sepakbola lokal. Inilah kita, Merdeka sudah 69 tahun tetapi masih ada bayang-bayang penjajahan yang belum kita sadari. Memang bukan sepenuhnya penjajahan, namun sikap cinta tanah air kita yang kurang.


Munafik jika saya mengatakan bahwa saya bilang cinta terhadap negeri ini. Melihat Negara lain memiliki nasib lebih baik dari Negara kita. Maka tak jarang, banyak masyarakat Indonesia ingin merantau ke negeri orang hanya untuk memperbaiki nasibya mereka sendiri. Cobalah kita sadar, mungkin kalau kita lebih peduli dan mengingikan perubahan di negeri tercinta kita kini, kita harus melupakan ego kita dan kita bersama-sam melakukan perubahan pada negeri ini. Tak perlu perubahan secara besar-besar. Kita mulai dari hal yang kecil, karena ibarat semut yang kecil, sendiri ia akan lemah. Namun saat bersama mereka bisa membawa perubahan.  

Tuesday, 24 September 2013

Cerita yang Hilang (part 1)

Halo semua!! Setelah sekian lama hilang entah kemana akhirnya gue (punya mood juga) buat nulis lagi. Post terakhir gue ternyata pas gue berangkat liburan ke Singapore bareng anak-anak Lacoste yah.. Dan kita semua udah lulus. Dan kita udah mulai mencar-mencar di luar jakarta. Huah jadi kangen...

Lalu apa yang terjadi saat gue lagi gak menjamah dunia gw ini? Yap Alhamdulillah sebagian besar temen gw udah dapet PTN. Dan ada sebagian juga sih dmasuk PTS. Dan ada temen gue juga yang nunggu tahun depan buat tes lagi biar masuk PTN idaman dia. Lalu gue? Hmm..gue sendiri akhirnya terjebak di swasta. Lah kok bisa? Mari kita telaah beebrapa kisah yang hilang selama beberapa bulan ini.

Singkat cerita, setelah pulang dari Singapore, besoknya gue langsung masuk intensif di suatu bimbingan belajar dengan inisial KSM *eh malah kesebut. Setelah beberapa waktu pengumuman SNMPTN keluar. Eh si Website SNMPTN malah minta maaf ke gue karena gue masih belum diterima. Gue diem sejenak, kemudian galau. Lalu gue menemukan alasan kenapa gue gak keterima. 

Jadi awalnya gue mengambil pilihan Despro (Desain Produk) di ITS. Despro ini bisa dibilang hampir sebangsa dengan FSRD-nya ITB. kenaga gak FSRD? waktu itu ada temen sekelas gw, Dhani (ini cewek), yang juga mau milih FSRD. Melihat skill gambarnya yang mungkin lebih bagus dan kreatif dibanding gw, akhirnya gw ngalah. gw mendengar rekomendasi Despro ini dari Daryo lalu di dukung oleh Dimas. 

Dan inilah alasan yang gue simpulkan sendiri kenapa gue ditolak SNMPTN:
Ini salah satu gambar yang gue sertakan dalam portofolio berjudul "Buku Jendela Dunia"

Nah syarat lainnya yaitu dalam satu gambar ini harus diberi keterangan . Dan gw hanya menuliskan satu kalimat dalam keterangan tersebut.

"Dengan membaca buku kita pun dapat mengetahuiberbagai hal di dunia ini dan juga memperluas 
pengetahuan kita"

Cukup singkat..

Lalu tempat les pun jadi sepi.....

Keesokan harinya pengumuman ppkb UI. Dan 68 seperti layaknya bedol desa ke UI. Jumlah detilnya gue lupa tapi yang jelas lebih dari 1 **yaiyalah bodoh* 

Nah sampe sini gue rada lupa apa lagi yang terjadi hehe. okedeh jumpa lagi di post berikutnya. Keep Smile :) *tiba-tiba goyang cesar* *eh

To Be Continued......