Friday, 26 June 2015

Social Entrepreneur

Pengertian sederhana dari Social Entrepreneur adalah seseorang yang mengerti permasalahan sosial dan menggunakan kemampuan entrepreneurship untuk melakukan perubahan sosial (social change), terutama meliputi bidang kesejahteraan (welfare), pendidikan dan kesehatan (healthcare). Jika business entrepreneurs mengukur keberhasilan dari kinerja keuangannya (keuntungan ataupun pendapatan) maka social entrepreneur keberhasilannya diukur dari manfaat yang dirasakan oleh masyarakat.
Kewirausahaan sosial diawali dengan keprihatinan terhadap keadaan sosial yang berujung menjadi sebuah model bisnis baru. Kewirausahaan sosial merupakan kombinasi dari semangat besar dalam misi sosial dengan disiplin, inovasi dan keteguhan seperti yang lazim ditemukan di dunia bisnis. Dapat dikatakan kewirausahaan sosial menggunakan sikap mental wirausaha demi tujuan-tujuan sosial.
Kewirusahaan sosial merupakan solusi alternatif yang kreatif karena tidak hanya berorientasi pada keuntungan belaka akan tetapi juga kesejahteraan masyarakat. Melalui kewirausahaan sosial, masalah ekonomi Indonesia dapat sedikit teratasi. Karena dengan ini, masyarakat akan terlibat langsung dalam menjadi pelaku bisnis dan keuntungannya akan dikembalikan lagi ke masyarakat untuk dikembangkan. Tujuan jangka panjangnya, kewirausahaan sosial dapat membantu masyarakat menjadi lebih mandiri dalam hal finansial dan tidak selalu menggantungkan pada kebijakan pemerintah yang cenderung hanya sebagai pemanis buatan, seperti subsidi dan bantuan langsung tunai.
Dari pengertian sederhana tersebut maka social entrepreneur sesungguhnya adalah pelaku atau aktor perubahan yang mampu untuk :
·      Melaksanakan cita-cita mengubah dan memperbaiki nilai-nilai sosial sehingga membawa kesejahteraan bagi masyarakat sekitar
·      Menemu kenali berbagai peluang untuk memberi nilai tambah pada setiap kekayaan sumber daya Indonesia
·      Selalu melibatkan diri dalam proses inovasi, adaptasi dan pembelajaran yang terus menerus
·      Bertindak tanpa menghiraukan berbagai hambatan atau keterbatasan yang dihadapinya
·      Memiliki akuntabilitas dalam mempertanggungjawabkan hasil yang dicapainya kepada masyarakat.

Misalnya, Ashoka Fellows, yang didirikan oleh Bill Drayton tahun 1980, menyebutkan karakteristik kegiatan wirausaha sosial sebagai berikut:
1.    Tugas wirausaha sosial ialah mengenali adanya kemacetan atau kemandegan dalam kehidupan masyarakat dan menyediakan jalan keluar dari kemacetan atau kemandegan itu. Ia menemukan apa yang tidak berfungsi, memecahkan masalah dengan mengubah sistemnya, menyebarluaskan pemecahannya, dan meyakinkan seluruh masyarakat untuk berani melakukan perubahan.
2.    Wirausaha sosial tidak puas hanya memberi “ikan” atau mengajarkan cara “memancing ikan”. Ia tidak akan diam hingga “industri perikanan” pun berubah.

Sumber:
http://monaliasakwati.blogspot.com/2011/12/pengertian-social-entrepreneur.html

Saturday, 6 June 2015

Main Hakim Senderi, Tanda Warga Tak Puas Dengan Kinerja Aparat?


Begal dibakar massa, bukti warga tak puas dengan kinerja polisi?


Merdeka.com - Kejadian pembegalan di wilayah Pondok Aren, Tanggerang Selatan, pada Senin (23/2) kemarin, berujung pada tertangkapnya satu dari empat orang kawanan begal. Seorang pelaku jatuh dari motor yang digunakan kawanan itu. Massa mengamuk hingga akhirnya begal dibakar hidup-hidup hingga menemui ajal.

Melihat kriminalitas yang semakin menyeramkan dan memancing reaksi muak dari masyarakat hingga melakukan tindakan penghakiman massal, kriminolog dari Universitas Indonesia, Anggi Aulina Harahap angkat bicara.

Dirinya menyebut ada semacam 'stress sosial' dalam benak masyarakat, saat kejahatan tersebut terasa mengancam mereka di manapun. Hal itu makin diperparah dengan tidak tampaknya eksistensi hukum, yang bisa mereka percaya dalam menghadapi situasi demikian

"Kejadian pembakaran pelaku begal itu adalah tindakan main hakim sendiri, dan hal itu merupakan salah satu dari pertanda adanya stress sosial. Tapi mengapa masyarakat sampai bertindak demikian? Ya karena ada beberapa faktor. Tapi yang paling berhubungan adalah karena ketiadaan hukum," kata Anggi saat dihubungi merdeka.com, Selasa (24/2).

"Sementara, salah satu wujud hukum adalah polisi, dan karena mereka tidak melihat bahwa hukum yang dimaksud itu nyata buat mereka, maka akhirnya mereka bertindak sendiri," katanya menambahkan.

Anggi mengatakan ada semacam pesimisme yang terjadi di dalam tubuh masyarakat, terhadap kinerja pihak kepolisian. Dirinya juga menyebut bahwa model penyidikan dan penyelidikan pihak Kepolisian RI, masih kalah progresif dari modus kejahatan yang terjadi di masyarakat.

"Kalaupun hukum atau polisi itu ada, prosesnya ternyata juga tidak cepat. Hal inilah yang membuat warga menjadi pesimis pada kinerja kepolisian dan terkadang membuat mereka main hakim sendiri," kata Anggi.

"Performance polisi dalam menghadapi berbagai masalah di jalanan saya rasa memang masih kurang, karena banyaknya varian dari kualitas dan kuantitas kejahatan itu sendiri, belum bisa ditangani oleh mereka," pungkasnya.


Analisis berita

Apa?
Pembakaran pelaku begal oleh masyarakat setempat
Dimana?
Pondok Aren, Tanggerang Selatan
Kapan?
Senin, 23 Februari 2015
Siapa?
Masyarakat Pondok Aren
Mengapa?
Warga menganggap Aparat hukum (polisi) lambat dalam penanganan kasus begal sehingga warga yang geram terhadap pelaku akhirnya main hakim sendiri

Kasus pembegalan kendaraan bermotor yang sempat membuat masyarakat heboh beberapa bulan yang lalu menimbulkan sebuah tindakan keji dari masyarakatnya sendiri. Melihat kasus dari berita diatas, polisi masih kurang sigap dalam menangani suatu kasus. Tindakan kriminal yang sering terjadi di kehidupan sehari-hari, mulai dari yang keil hingga besar tidak dapat ditangani dengan baik. Sehingga warga merasa tidak aman karena merasa kurangnya pelindungan dari aparat hukum


Walaupun sekarang kasus begal sudah mulai berkurang, dan polisi sudah mulai serius menangani kasus tersebut, tetapi bisa dibilang respon aparat untuk serius menindakinya masih kurang sigap. Sehingga yang awalnya kasus ini hanya terjadi di sebuah daerah sekarang beberapa daerah timbul pelaku-pelaku baru. Para pelaku ini timbul karena kurang ketatnya pengawasan dari aparat pada saat awal-awal kasus,  sehingga mereka berani melakukan tindakan kriminal tersebut. 

Kesimpulan
Kinerja aparat kepolisisan masih kurang memuaskan mengingat masih ada beberapa kasus kejahatan yang belum tuntas. Selain itu, penanganannya yang lambat sehingga membuat warga sering mengambil keputusan sendiri untuk menghakimi sang pelaku yang tertangkap. Lalu, aparat kurang tegas dalam menangani kasus, dan terkadang juga sifat aparat yang salah dalam memproses pengankapan seseorang (kasus penangkapan BW misalnya). Seharusnya Polisi juga melakukan pendekatan terhadap warga terhadap sikap yang dilakukan saat pelaku kejahatan tertangkap, yaitu melaporkan ke pihak yang berwajib. Dan juga Aparat lebih menjaga sikapnya, karena dimata masyarakat mereka adalah orang yang seharusnya mencontohkan yang baik agar mendapat respek dari masyarakat, serta menjaga keamanan dan kenyamanan lingkungkungan masyarakat.

Sumber: http://www.merdeka.com/peristiwa/begal-dibakar-massa-bukti-warga-tak-puas-dengan-kinerja-polisi.html

Sunday, 3 May 2015

Hisanori Kato, Warga Jepang yang Selalu Kangen Indonesia

Hisanori Kato, dari namanya saja kita sudah tau bahwa beliau merupakan warga Jepang. Beliau adalah salah satu WN asing yang pernah merasakan pahit manis hidup di Indonesia. Tak hanya itu, Beliau juga juga merasa jatuh cinta kepada tanah air kita ini. 
Hisanori Kato

Pria 48 tahun itu bisa berbahasa Indonesia dengan sangat lancar karena pernah berada di Tanah Air selama hampir 8 tahun. Dia juga mampu berbahasa Inggris dengan prima serta bahasa lain di ASEAN dengan cukup baik.kini menjabat sebagai dosen di universitas di Sakai dan menjadi penasihat bagi pemerintah kota Sakai. Berikut kisahnya tentang pengalaman hidunya di Indonesia:

Kato, panggilan akrabnya,  pertama kali menginjakkan kaki di Jakarta pada tahun 1991 saat mengajar di Jakarta International School (JIS). saat tiba di Indonesia, Kato mendapat berbagai msalah sosial. Beliau kesulitan untuk berkomunikasi dengan masyarakat. Dan pahitnya, ia kerap menjadi korban kejahatan di ibukota. 

“Di bus yang hampir tidak pernah digunakan orang asing, entah berapa kali dompet saya dicuri. Saya bahkan pernah ditodong dengan pisau, uang serta jam tangan saya diambil. Pernah juga uang saya dicuri oleh pembantu di rumah. Setiap kali saya mengalami peristiwa seperti itu, pikiran saya untuk meninggalkan negeri ini pun memenuhi benak saya,” jelasnya.
Namun dia punya cara unik untuk melampiaskan rasa kekecewaannya. Dia bertekad untuk mengambil kembali apa yang sudah dicuri oleh orang-orang Indonesia. Dengan cara mengamen.
“Saya memutuskan mengajak teman sesama orang Jepang yang bisa bermain gitar, lalu membentuk duo dadakan yang saya namakan “The Selamat”, lalu saya mengamen di bus kota jurusan Blok M-Kota,” urainya.
“Dengan bahasa Indonesia yang pas-pasan, kami mulai beraksi di bus yang bergoyang-goyang, dan ketika saya berteriak “kami datang dari Jepang, silakan dengarkan lagu-lagu kami”,” terangnya.
Para penumpang kagum dan memberi duo dadakan itu banyak uang. Sejak momen itu, cara pandang Kato terhadap orang Indonesia berubah. Terutama dari cara perlakuan terhadap warga asing.
“Merekalah yang mengubahnya, para penumpang bus yang menerima pengamen asing yang tiba-tiba muncul di dalam bus. Balas dendam saya terhadap Indonesia menjadi “anugerah” besar yang mengubah pandangan saya terhadap Indonesia dan orang Indonesia,” cerita Kato.
Pada tahun 1994, Kato meninggalkan Indonesia untuk sekolah master dan doktor di Sydney. Namun ia merasa sedih saat ingin meninggalkan Indonesia. Walaupun telah mengalami hal-hal buruk di Indonesia, tetapi hal tersbut tak menjadi dendam dan malah menemukan cintanya terhadap Indonesia. Sejak itu, selalu bolak-balik ke Indonesia. Beliau juga pernah menjadi dosen  pada tahun 2004 di Universitas Nasional Jakarta selama 4 tahun
Pria berkacamata itu juga tertarik dengan kondisi sosial di Indonesia, terutama mengenai Islam. Sejumlah penelitian sudah dia buat tentang dunia Islam di Indonesia. Salah satu bukunya yang sudah dibuat dalam bahasa Indonesia adalah Agama dan Peradaban.
Hisanori Kato bertemu dengan Alm. Gus Dur saat mengadakan riset tentang Islam
Selama hampir 20 tahun berkutat di Indonesia, Kato kini tinggal di Sakai. Namun kenangannya tentang Indonesia tak akan pernah pudar. Bahkan, dia baru saja merampungkan buku soal kisah hidupnya di Indonesia yang berjudul ‘Kangen Indonesia’.

Buku karya Hisanori Kato, "Kangen Indonesia"
“Saya berusaha menyampaikan pemikiran saya soal Indonesia. Ada juga pesan saya untuk para pencopet di bus, sebaiknya mereka gunakan keahlian itu untuk hal lain. Mungkin hidupnya akan berubah,” ujar Kato sambil tertawa.
Suatu hari, Kato juga berharap bisa tinggal dan menetap di Indonesia. Dia membayangkan kehidupan yang indah di sebuah kawasan di Yogyakarta dengan rumah Joglo dan kondisi lingkungan yang hangat, sehangat orang Indonesia.
Dalam prolog bukunya, Kato memberikan sedikit pandangan soal orang Indonesia. Berikut penggalannya:
“Di zaman sekarang ini, istilah internasionalisasi begitu disanjung. Pentingnya mempelajari bahasa asing diserukan, dan banyak orang yang mengeluarkan uang untuk belajar di sekolah bahasa asing. Pada umumnya mereka mengartikan bahasa asing adalah bahasa Inggris. Namun tidak hanya terbatas pada bahasa Inggris, dalam “internasionalisasi” bahasa asing sangatlah penting. Kita tidak bisa mengatakan bahwa tidak ada masalah jika tidak mempelajarinya. Tetapi, jauh sebelum istilah itu didengung-dengungkan, para penumpang bus di Jakarta misalnya, mereka bergembira dan mengatakan “menarik” pada pengamen asing yang jelas-jelas berbeda dengan diri mereka, bahkan berkeinginan untuk bernyanyi bersama dengan pengamen itu, membuat saya berpikir, bukankah itu sesungguhnya langkah awal sebuah “internasionalisasi”? Dalam pengertian tersebut, Indonesia adalah negara yang maju dalam internasionalisasi. Yang saya catat di sini adalah beberapa pengamatan saya yang sangat subjektif tentang Indonesia,”
Kesimpulan
Dari Cerita di atas, kita bisa melihat bagaimana pandangan seseorang warga negara asing terhadap negara kita. Mungkin dari kalian berpendapat bahwa perlakuan kita ke warga negara asing beda dengan warga indonesia sendiri. Karena seperti yang kita ketahui umumnya, WNA selalu dianggap orang yang lebih baik. Namun, memang sebenarnya kita adalah warga negara yang ramah dan murah senyum.
Dan juga, Orang-orang dari luar negeri menganggap bahwa sebenarnya indonesia bisa saja menjadi negara yang besar yang dapat mengalahkan negara-negara lainnya. kalau kita baca buku beliau (Kato) di atas, mungkin, rasa syukurnya pada Indonesia lebih dahsyat daripada kita warga Indonesia yang banyak berkeluh-kesah tentang Indonesia.

Sumber
https://guakampungan.wordpress.com/2012/12/20/kisah-profesor-jepang-dulu-benci-sekarang-kangen-indonesia/

http://media.kompasiana.com/buku/2014/04/24/tanya-hisanori-kato-tentang-jis-orang-jepang-yang-kangen-indonesia-650919.html

Saturday, 7 March 2015

Pro-Kontra Eksekusi Mati Pidana Kasus Narkoba

Dukung Eksekusi Mati, Komitmen HAM Jokowi Dipertanyakan
Asti Nur Sanjani
Sabtu,  17 Januari 2015 - 12:16 WIB

JAKARTA - Keputusan Kejaksaan Agung (Kejagung) yang tetap melaksanakan eksekusi mati terhadap terpidana mati kasus narkoba, kian menegaskan absennya komitmen HAM dari pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Utamanya dalam melindungi hak untuk hidup (right to life).

Terlebih karena dalam dua tahun terakhir ini pemerintah menerapkan praktik hukuman mati secara eksesif. Tahun 2013, berdasarkan data dari Kejagung tercatat ada lima terpidana yang telah dieksekusi.

"Situasi ini kontras sekali dengan kecenderungan dunia internasional yang kini tengah bergerak menuju penghapusan hukuman mati," ujar Direktur Eksekutif ELSAM Indriaswati D Saptaningrum dalam rilis yang diterima Sindonews, Sabtu (17/1/2015).

Menurut Indriaswati, penerapan hukuman mati menunjukkan sikap pemerintah masih menutup mata terhadap berbagai kontradiksi dan risiko-risiko pemberlakuan aturan hukuman mati.

"Masalahnya, pidana mati di Indonesia masih merupakan bagian dari pidana pokok yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), sehingga dalam kacamata hukum positif, pidana mati legal untuk dipraktikkan," tuturnya.

Dari data yang terhimpun, sejak tahun 1987 ada setidaknya 189 terpidana yang telah dijatuhi pidana mati. Dari jumlah tersebut, sampai dengan Januari 2015, masih ada 164 terpidana mati yang menunggu eksekusi Jaksa Agung.

"Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) berada dalam posisi menolak pidana mati," tegasnya.

Indriaswati menambahkan, terdapat tiga argumen pokok mengapa hukuman mati menjadi tak relevan untuk diterapkan di Indonesia. Pertama, penerapan hukuman mati bermasalah secara konseptual dan bertantangan dengan hak untuk hidup dalam konstitusi.

Kedua, penerapan hukuman mati juga bermasalah dalam tataran implementasi. "Ketiga, pemberlakuan hukuman mati juga sejatinya bertentangan dengan tujuan pemidanaan. Tujuan pemidaan pada dasarnya adalah koreksi, bukan ajang pembalasan dendam," tegas Indriaswati.

Sumber: http://nasional.sindonews.com/read/951913/13/dukung-eksekusi-mati-komitmen-ham-jokowi-dipertanyakan-1421471803

Analisa
Hak asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1pasal 28pasal 29 ayat 2pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1

Pada artikel di atas, kasus ham datang dari keputusan hukuman mati yang diberlakukan untuk terpidana mati kasus narkoba. Presiden RI, Joko Widodo memberlakukan kembali hukuman mati di Indonesia setelah lama ditinggalkan. Seperti yang diberitakan pada akhir-akhir ini, keputusan ini banyak  menuai pro dan kontra di negeri ini. Bahkan protes pun datang dari negara asal para pidana mati seperti australia, Brazil, dll.

Keputusan Jokowi bukanlah tak beralasan. Dalam beberapa tahun ini, kasus pengedaran narkoba di Indonesia terus meningkat. Pelakunya pun banyak dari para warga negara asing yang beranggapan menjual narkoba di Indonesia adalah sebuah keuntungan besar. Maka dari itu, Hukuman mati diberlakukan untuk membasmi para gembong narkoba sekaligus memberikan efek tak langsung pada pelaku yang masih berkeliaran agar menjadi jera.

Saya sendiri sebenarnya setuju dengan adanya hukuman mati bagi para pengedar narkoba. Karena untuk tersangka yang termasuk pengedar narkoba mereka harus ditindak tegas karena meraka merusak bangsa kita dengan barang yang seharusnya tidak dipakai. Karena hanya dengan hukuman beberapa tahun penjara, tidak menjamin para gembong narkoba berhenti melakukan aksinya, apalagi pelaku adalah penjahat kelas kakap.

Beda lagi dengan pecandu narkoba. walaupun tidak semua, namun mereka adalah korban. Para pecandu narkoba harus mendapatkan perawatan perawatan dalam panti rehabilitasi. Tentunya setelah melalui proses hukum yang menyatakan apakah tersangka dihukum penjara aatau dimasukkan ke rehabilitasi.

Kesimpulan
Keputusan hukuman mati pada terpidana mati memang sedikit mendekati pelanggaran Ham karena mengambil nyawa orang secara paksa. Namun hukumnya sudah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tidak menyimpang. Selain itu tidak ada tujuan untuk membalas dendam atau semacamnya, melainkan untuk memberi sanksi tegas terhadap pelanggaran yang sering dilanggar, dan memberi efek jera bagi para pelaku yang masih berkeliaran.

Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia
 http://nasional.sindonews.com/read/951913/13/dukung-eksekusi-mati-komitmen-ham-jokowi-dipertanyakan-1421471803