Nakoba, kasus yang tidak mungkin asing di telinga kita ini selalu saja menjadi permasalahan yang belum terselesaikan di negeri ini. Semakin banyak orang-orang yang terjerumus untuk menggunakan narkoba, Dibalik itu semua terdapat beberapa kontradiksi keputusan-keputusan terhadap kejahatan narkoba. Berikut ada cuplikan sebuah berita:
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menyatakan hak Presiden secara konstitusi untuk memberikan grasi kepada terpidana mati kasus narkoba sebaiknya tidak digunakan karena bisa menimbulkan kontradiksi terhadap semangat pemberantasan tindak penyalahgunaan narkoba.
"Janganlah menggunakan kewenangan konstisional itu dalam hal ini, agar menjaga ekspetasi masyarakat," katanya di Jakarta, Jumat (12/10) ".
Dalam UUD 1945 Pasal 14 ayat 1, Presiden memiliki kewenangan memberikan grasi dan rehabilitasi dengan pertimbangan Mahkamah Agung. Namun Margarito meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk tidak menggunakan wewenang itu agar dapat menjaga semangat bangsa yang sedang gencar-gencarnya memberantas perederan narkoba.
"Itu sepenuhnya hak beliau tapi semangat pemberantasan narkoba, janganlah presiden menggunakan hak itu," katanya.
Hal itu diperkuat dengan data jumlah anak bangsa yang tewas karena penyalahgunaan narkoba, lanjut Margarito.
"Bukankah dari data BNN saja setiap harinya, ada 50 orang tewas karena narkoba, maka dari itu sebaiknya jangan digunakan hak grasi itu," ujarnya Sebelumnya Presiden memberikan grasi kepada Deni Setia Maharwan alias Rafi yang dijatuhi pidana mati karena dipersalahkan melakukan tindak pidana secara bersama-sama dan melawan hukum menjadi perantara narkoba golongan satu Deni mengajukan grasi dan dikabulkan dengan Keppres Nomor 7/G/2012.
Sementara itu, Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha mengatakan pemberian grasi kepada Deni didasari atas pertimbangan kemanusiaan.
Meski demikian, Deni tetap menjalani hukuman pidana penjara seumur hidup sesuai dengan kesalahannya.
Dia menambahkan pertimbangan memberikan grasi kepada seseorang yang awalnya divonis hukuman mati menjadi seumur hidup terkait kepada unsur kemanusiaan, karena yang bersangkutan sudah mengakui perbuatannya, mengaku bersalah dan mengajukan grasi kepada presiden.
"Bapak Presiden juga telah mempertimbangkan HAM dan sisi konstitusional beliau berdasarkan kewenangan presiden dalam undang-undang dasar. Selain itu juga mempertimbangkan dari sisi kemanusiaan bahwa perubahan hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup itu bukan berarti kepada yang terhukum bebas," katanya.
Hukum indonesia terkadang mengalami dilematis. Dalam undang-undang mungkin tertulis pelaku pengguna narkoba bisa di penjara seumur hidup ataupun hukuman mati. Namun Kontradiksi dalam hal ini adalah mengarahnya kepada HAM. Mungkin Indonesia bukannlah negara yang memmiliki hukuman yang tegas seperti Arab dan Tiongkok. Melihat status Indonesia sebagai negara Demokrasi inilah sebab banyaknya penggunaan grasi oleh presiden.
Namun menurut saya, tindakan seperti pengurangan masa hukuman ini sebenarnya kurang baik untuk pelaku yang sudah masuk golongan "kelas kakap" maupun kasus-kasus yang besar. Karena bukannya menimbulkan efek jera, malah meraka mungkin berpeluang melakukan hal tersebut lagi. Karena hukum yang kurang tegas ini pelaku kejahatan dari berbagi bidang tak berdampak efek jera seperti pelaku narkoba. Maka dari itu, pemberian hak seperti grasi dll harus bijak.
Sumber :
sinarharapan
Tuesday, 10 June 2014
Monday, 9 June 2014
Pedofil, Dari hal Sepele hingga Menjadi Kejahatan yang Besar
Beberapa waktu lalu, rakyat Indonesia sempat digemparkan karena
kasus Pedofil yang terjadi di sebuah sekolah internasional yang berada di
kawasan Jakarta selatan yaitu JIS. Beberapa pihak sempeat terkejut dengan kasus
yang terjadi di sekolah tingkat kanak-kanak ini. Sekolah yang selama ini
dianggap memiliki standard internasional tersebut ternyata tak luput dari
tindakan asusila tersebut. Dan juga ada kasus si Emon si predator anak-anak
yang korbannya sudah mencapai ratusan anak. Sangat memalukan.
Sebenarnya pedofil bukanlah sebuah kasus baru, namun karena kasus
ini terjadi di suatu tempat yang dianggap berkualitas yang tenyata
"berkualitas" . Buktinya setelah kasus JIS munculah Emon si predator
anak yang lebih mengejutkan. Mencabuli bocah dibawah umur hanya untuk menjadi
orang yang kaya atas nasihat dari seoraang kakek-kakek yang misterius
menemuinya. Perlahan kasus-kasus serupapun naik ke permukaan.
Dari sedikit cuplikan kasus-kasus diatas, apakah anda pembaca tau
apa sebenarnya pedofil itu? Sebagai diagnosa medis, pedofilia didefinisikan
sebagai gangguan kejiwaan pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa
(pribadi dengan usia 16 atau lebih tua) biasanya ditandai dengan suatu
kepentingan seksual primer atau eksklusif pada anak prapuber (umumnya usia 13
tahun atau lebih muda, walaupun pubertas dapat bervariasi). Anak harus minimal
lima tahun lebih muda dalam kasus pedofilia remaja (16 atau lebih tua) baru
dapat diklasifikasikan sebagai pedofilia. Klasifikasi Penyakit
Internasional (ICD) mendefinisikan pedofilia sebagai "gangguan
kepribadian dewasa dan perilaku" di mana ada pilihan seksual untuk
anak-anak pada usia pubertas atau pada masa prapubertas
awal. Menurut Diagnostik dan Statistik Manual Gangguan
Jiwa (DSM), pedofilia adalah parafilia di mana seseorang
memiliki hubungan yang kuat dan berulang terhadap dorongan seksual dan fantasi
tentang anak-anak prapuber dan di mana perasaan mereka memiliki salah satu
peran atau yang menyebabkan penderitaan atau kesulitan interpersonal.
Meskipun gangguan ini (pedofilia) sebagian besar
didokumentasikan pada pria, ada juga wanita yang menunjukkan gangguan tersebut,
dan peneliti berasumsi perkiraan yang ada lebih rendah dari jumlah sebenarnya
pada pedofil perempuan. Tidak ada obat untuk pedofilia yang telah
dikembangkan. Namun demikian, terapi tertentu yang dapat mengurangi kejadian
seseorang untuk melakukan pelecehan seksual terhadap
anak. Di Amerika Serikat, menurut Kansas v. Hendricks, pelanggar
seks yang didiagnosis dengan gangguan mental tertentu, terutama pedofilia, bisa
dikenakan pada komitmen sipil yang tidak terbatas,di bawah
undang-undang berbagai negara bagian (umumnya disebut hukum SVP)
dan Undang-Undang Perlindungan dan Keselamatan Anak Adam Walsh pada
tahun 2006.
Bisa dilihat pedofil terjadi karena kurangnya pendidikan seks
kepada anak sejak dini. Mungkin masih banyak orang tua berpikir bahwa
pendidikan seks tabu untuk dipelajari di usia dini atau para orang tua berfikir
belum saatnya pada usia muda mereka di berikan pendidikan seks. Dan mungkin ada
alasan bahwa takut anaknya menjadi mesum atau mempunyai pola pikiran
pornografi. Dan akhirnya bisa terlibat pergaulan bebas.
Justru ini yang menimbulkan para pedofilia lebih mudah dan tak
segan mencari mangsanya. Minimnya ilmu tentang seks dan keluguan seorang anak
akhirnya memudahkan aksi pelaku pedofilia melancarkan aksinya. Dengan modus
menjadi orang yang perhatian dengan anak, sang pelaku mulai mengambil hatinya
dan mulai mengajarkan perilaku seks menyimpang tersebut. Sekalipun anak mulai curiga,
pelaku mengimingkan sebuah hadiah, uang, dan bahkan bisa mengancam dengan cara
kekerasan agar si korban tutup mulut.
Maka dari itu, anak harus
diberikan pendidikan seks sejak dini, namun diperhatikan juga porsi
penyampaiannya. Mulailah dari pengenalan alat reproduksinya dan cara
menjaganya. Dan juga memberitahukan perilaku yang baik ataupun yang buruk.
Sehingga anak tidak mudah tertipu oleh aksi tersangka pedofil ataupun tak
mempelajarinya dari lingkungan luar karena minimnya informasi dari keluarga bisa
mnenyebabkan anak ingin mencari tahu dan sebagian besar cenderung mendapat
informasi yang salah, mungkin dari teman atau mungkin dari internet dsb. Disini
perhatian orang tua juga perlu ditingkatkan.
Dan untuk pelaku
sebaiknya diberikan hukuman yang sangat berat karena kasusu tersebut berdampak
pada psikologis anak. Anak bisa mengalami trauma yang cukup lama dan bukan
tidak mungkin mereka yang menjadi korban saat ini dapat menjadi pelaku
pedofilia di masa mendatang. Bercermin
seperti kasus-kasus ditas yang atas dasar mereka juga pernah menjadi korban
pedofilia.
Sunday, 27 April 2014
Just Crazy Little Things Call Busy
Hai kawan pembaca, udah lama banget gak cerita kehidupan gue lagi. Maklum, kuliah sebagai mahasiwa arsitektur gak kayak yang gue bayangin dulu, SIBUK CUK -__- Sekalinya update blog buat tugas softskill. Mumpung masih sempet napas dikit buat nulis, Mungkin bisa nulis post basa-basi hehe.
Hemm semester 1 kemaren padahal masih bisa nyantai, matkul studio cuma 2. nah sekarang, baru semester 2 nambah 1 jadi 3. Dan matkul tentang Arsi juga makin banyak. Dan tugasnya gak kalah kampret dari tugas studio *flip table*
Mungkin libur semester 2 gue bakal mencoba menuliskan kisah kisah yang hilang #eeaa Kalau sekarang gue belajar dulu deh biar makin cakep *eh
Sekian..gue mau ngerjain tugas yang makin melaknat. salam ganteng...
Hemm semester 1 kemaren padahal masih bisa nyantai, matkul studio cuma 2. nah sekarang, baru semester 2 nambah 1 jadi 3. Dan matkul tentang Arsi juga makin banyak. Dan tugasnya gak kalah kampret dari tugas studio *flip table*
Mungkin libur semester 2 gue bakal mencoba menuliskan kisah kisah yang hilang #eeaa Kalau sekarang gue belajar dulu deh biar makin cakep *eh
Sekian..gue mau ngerjain tugas yang makin melaknat. salam ganteng...
Menanggapi Lokalisasi di Indonesia
Mungkin bagi anda yang kiranya awam pasti masih bertanya-tanya apa itu lokalisasi. Dari wikipedia, ada 2 arti yang mengarah pada lokalisasi yaitu menempatkan pada suatu lokasi dan yang satu lagi berhubungan dengan pekerja seks komersi (PSK). Memang rasanya tabu untuk membicarakan tentang masalah ini, karena Indonesia yang dikenal mayoritas dengan warga beragama islam, mirisnya memiliki salah satu tempat lokalisasi ternama yaitu "Gang Dolly." Sebelum itu mari kita liat cuplikan berita yang dikutip dari Sindonews:
Sindonews.com - Di Semarang ada
Sunan Kuning. Di Jakarta ada Kramat Tunggak. Di Yogyakarta ada Sarkem. Hampir
di setiap kota ada kompleks lokalisasi. Tapi mungkin tak ada yang seterkenal
dan sefenomenal Dolly di Surabaya.
Kawasan Dolly Surabaya, sudah banyak dikenal
masyarakat sebagai sebuah tempat yang bernuansa negatif. Hal ini lantaran di
kawasan tersebut ditetapkan sebagai tempat dikumpulkannya para Penjaja Seks
Komersial (PSK). Sehingga, jika para pencari pemuas nafsu hanya bisa melakukan
aktivitasnya disatu tempat dan tak menimbulkan keresahan di wilayah lain. Tak
pelak jika Dolly lebih terkenal ketimbang Surabaya.
Dolly sendiri kini dinyatakan sebagai kawasan
lokalisasi terbesar di Asia Tenggara. Keberadaannya bahkan mengalahkan
lokalisasi Patpong yang berada di Bangkok, Thailand, maupun Geylang, di
Singapura.
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun Sindonews,
Dolly berdiri sejak jaman penjajahan Belanda. Awalnya lokaliasasi Dolly
merupakan kawasan pemakaman. Namun, oleh seorang keturunan Belanda yang menetap
di Surabaya, Dolly Van Der Mart, pemakaman itu disulapnya menjadi areal hiburan
malam. Karena yang mendirikan lokalisasi itu bernama Dolly, tak pelak jika
kawasan tersebut dikenal dengan sebutan Gang Dolly.
Keberadaan Dolly awalnya diperuntukkan untuk
memuaskan nafsu para tentara Belanda. Namun seiring berjalannya waktu, kini
lokalisasi Dolly menjadi 'konsumsi' warga pribumi mulai dari kelas bawah,
hingga kelas atas.
Lokasi Dolly berada di kawasan padat penduduk,
di pusat Kota Surabaya. Di sana, tak hanya terdengar deru mesin kendaraan yang
lewat, namun juga desahan tipis napas para kupu-kupu malam yang terdengar
sayup-sayup di balik kamar sempit. Konon kabarnya, ada sekira 5.000 PSK yang
berada di lokalisasi tersebut.
Dampak ekonomipun mulai terasa bagi para warga
sekitar lokalisasi Doly. Mereka banyak yang menggantungkan rezekinya dari 'gang
lendir' itu. Bukan hanya PSK, tetapi juga pemilik warung, penjaja rokok, tukang
parkir, tukang becak dan lain-lain merasakan hal positif dari lokalisasi
tersebut.
Lokalisasi hadir
sebagai solusi pemerintah untuk mengurangi dampak negatif perzinahan, bukan
menghalalkannya. Dengan dilokalisir, efek negatif perzinahan dapat dikelola
dan dikontrol sehingga tidak menyebar ke masyarakat secara luas, termasuk
penyebaran virus HIV. Dengan kontrol yang ketat dan penyadaran yang terencana,
secara perlahan keberadaan lokalisasi akan tutup dengan sendirinya karena para
penghuninya telah sadar dan menemukan jalan lain yang lebih santun.
Tujuan ini akan
tercapai manakala program lokalisasi dibarengi dengan konsistensi
kebijakan dan usaha secara massif untuk menyelesaikan inti masalahnya.
Kemiskinan, ketimpangan sosial, peyelewengan aturan, dan tatatan sosial harus
diatasi. Mereka yang melakukan praktik perzinahan di luar lokalisasi
juga harus ditindak tegas. Jika saja prasyarat tersebut dilakukan, tentu
mafsadahnya lebih ringan dibanding kondisi yang kita lihat sekarang.
Namun seiring berjalannya zaman, lokalisasi makin menjurus ke hal negatif lainnya seperti penjualan wanita-wanita, seks yang tidak aman dsb. Nah bagaimana pendapat saya tentang lokalisasi di Indonesia ini?
Sebenarnya telah dijelaskan diatas bahwa sesungguhnya lokalisasi dilakukan untuk mengurangi dampak negatif perzinahan, namun pengawasan pemerintahnya tidak ketat dan akhirnya yang makin melonggar hingga saat ini. Saran saya, jika benar lokalisasi ini ingin dihilangkan di Indonesia, maka pemerintah harus melakukan proses secara bertahap dan dengan cara baik-baik.
Lalu seperti kutipan pada berita, banyak masyarakat yang ternyata mendapat dampak positif dari bisnis lokalisasi ini. Dan tentunya mereka akan tidak setuju jika tempat lokalisasi tersebut ditup. Nah, tugas pemerintah memberikan mereka lapangan pekerjaan yang sesuai dan layak sehingga warga tak menggantukangkan hasil penghidupannya ditempat yang tabu ini.
Namun pastinya banyak juga pihak yang menolak penutupan lokalisasi dengan alasan tertentu. Nah kalau ingin dipertahannkan, pemerintah harus memberikan pengawasan yang ketat dan memberi hukuman kepada pelaku yang melanggar apa yang ditetapkan oleh pemerintah.
Subscribe to:
Posts (Atom)